Menanggapi perdebatan publik terkait gap yang sangat besar antara research and development dan komersialisasinya, Resikel menjawab tantangan besar tersebut, terutama terkait dengan waste management, efisiensi energi dalam konteks yang lebih besar yang sering disebut dengan energy transition menuju energi rendah karbon.

Menurut Resikel, sebagai penghasil sampah terbesar, masyarakat harus dapat menyadari bahwa kita juga yang harus mengambil bagian untuk dapat mengoptimalkanya. Namun sayangnya, di Indonesia baik dari pengelolaan, pengolahan hingga transportasinya sangat tidak efisien. Beranggotakan tiga orang yang terdiri dari Luca Cada Lora, Darwinto, M Elga Akbar Maulana, Resikel berfokus terhadap bagaimana mengubah limbah menjadi energi secara efisien dan mencegah limbah mencapai tempat pembuangan akhir (landfill) tanpa adanya proses lanjutan yang layak. Mereka mencoba menyelesaikan permasalahan pemilihan sampah yang telah dilakukan suatu komunitas namun kemudian disatukan kembali saat pengangkutan ke landfill.

Maka dari itu, Resikel mengembangkan mesin pyrolizer untuk mengubah plastik menjadi bahan bakar konversi 70%, Thermal Pressure Hydrolysis (TPH) untuk mengubah sampah organik menjadi bahan bakar padat dan pupuk cair secara cepat dan efisien serta incinerator yang telah dipatenkan untuk memusnahkan sampah yang sudah tidak memiliki nilai guna sehingga dapat diterapkan sistem pengelolaan zero waste. Dari sampah plastik yang tidak dapat di daur ulang, menjadi BBM yang dapat menggantikan kerosin atau minyak tanah. Selain itu sampah-sampah organik seperti nasi maupun biomassa yang tidak dapat dimanfaatkan atau hanya dibakar begitu saja, dikonversikan menjadi arang yang memiliki nilai kalor lebih tinggi.